04 April 2008

SELAMAT RIBUT RUKUN

Ada bebrapa ucapan yang " SELAMAT" sering diberikan orang pada kita atau sebaliknya. Misalnya,
  • Selamat menempuh hidup baru - orang yang menikah.
  • Selamat Berbahagia - orang yang naik jabatan.
  • Selamat panjang umur - orang yang berulang tahun dsb.

Namun ada satu ucapan yang tak lazim dipakai orang, yaitu "SELAMAT RIBUT RUKUN". Hal ini mengingatkan mengingatkan saya akan sebuah judul buku yang ditulis oleh Dr. Andar Ismail dan diterbitkan PT. BPK Gunung Mulia dengan judul yang sama.Buku ini mengangkat perasaan-perasaan orang yang merupakan dinamika hubungan dalam satu keluarga. Penulis buku ini sengaja menggandengkan dua kata, yaitu ribut dan rukun untuk memknai kehidupan dalam berkeluarga. Sebetulnya kehidupan berkeluarga bukankah ditandai oleh suasana ribut dan suasana rukun. Biar bagaimanapun juga rukunnya suatu keluarga bukankah dalam kenyataannya terjadi juga keributan?
Namun ada suami dan isteri yang tak pernah ribut ? atau adik dan kakak yang tak pernah bertengkar? Lebih baik kita bersikap realistik dan mengakui bahwaribut dan rukun memang saling bergandengan dalam perjalanan berkeluarga.
Mengapa anggota-anggota satu keluarga yang rukun dan saling mencintai dapat juga bertengkar? Penyebabnya tentu berbeda-beda. namun secara umum, penyebab hakikinya adalah justru karena mereka saling mencintai. Disini terdapat paradoks (=dua hal yang saling bertentangan) dan kausalitas (=dua hal yang saling menyebabkan). Anggota-anggota keluarga adalah orang-orang yang paling dekat dengan kita. Mereka adalah orang-orang yang paling kita andalkan. Karena itu kita mempunyai ekspetasi (=harapan yang mengandung suatu tuntutan) yang tinggi terhadap mereka. Tetapi sebagai orang dekat, kita juga mudah melihat segala keburukan mereka. Ekspetasi kita berbeda dari kenyataan. Kita menjadi kecewa lalu kita menjadi kesal. Selanjutnya, sebagai orang dekat kita tak sungkan untuk mengecam. Kecaman itu dapat menimbulkan keributan. Akibatnya dapat menimbulkan perasaan benci. Disini letak paradoksnya : Kita benci padahal kita mencintai. Disini letak kausalitasnya : kita benci karena kita mencintai. sebanya kata "benci" seolah-olah merupakan singkatan "benar-benar cinta".
Anggota keluarga adalah orang-orang yang paling dekat dengan kita. Mereka dekat dengan baik dalam jarak, maupun dalam intimitas (=kedekatan atau keakraban dalam hubungan). Kedekatan itu menimbulkan hubungan yang intens dan memunculkan beraneka ragam perasaan. Berbagai perasan itu, misalnya cinta, kecewa, butuh, amarah, rindu, peduli, iba, cemas, kesal dan lain-lain. Dapat menimbulkan kerukunan serempak juga keributan.
Hubungan orang-orang dalam keluarga memang penuh dengan dinamika. Mereka adalah ibarat telur dalam keranjang. Kapan telur-telur berbenturan dan menjadi retak? Kalau mereka terletak dalam satu keranjang yang sama. Dua telur yang terletak berjauhan atau dalam keranjang yang berbeda tidak mungkin akan berbenturan. Tetapi justru telur yang terletak dalam satu keranjang yang sama akan berbenturan. Anak dan orangtua, suami dan isteri, adik dan kakak, mertua dan menantu, kemenakan dan ipar adalah ibarat telur-telur dalam satu keranjang. Mereka berdekatan, karena itu merekaberbenturan. Tetapi mereka tetap saling butuh dan saling cinta. Mereka ribut meskipun rukun, mereka rukun meskipun ribut. Itulah hidup berkeluarga.

No comments: