31 October 2009

PERGUMULAN

Anakku,
Ketika menulis saat ini papi ada di Surabaya sedang menunggu giliran kendaraan yang menghantarkan perjalanan pulang ke rumah. Sengaja papi menuliskan ini agar kamu mengerti dan mengetahui apa yang terjadi pada diri papi selama ini dan selama mengikuti diklat di Malang.

Anakku,
Papi yakin selama ini kamu bergumul dengan bathinmu tentang sikap dan perilaku papi yang kamu lihat. Tentunya dalam hatimu muncul pertanyaan-pertanyaan apa dan bagaimana papi? Kondisi yang demikian papi menyadari itu terjadi pada dirimu. Namun yakinlah! papi saat ini belum bergeser dengan prinsip dan keyakinannya yang diambil. Kasih sayang papi tidak akan hilang dan tidak akan pernah luntur dihati "orang lain". Sementara ini papi hanya terfokus pada kamu dan itu bisa kamu lihat sendiri. Namun papi menyadari hal itu tidaklah cukup untuk meyakinkan kamu untuk tahu dan mengerti akan segala yang papi jalani. Namun secara jujur papi tidak bisa membohongi dirinya untuk senantiasa berinteraksi dengan siapa saja tak terkecuali. Hanya sayangnya kamu sendiri tidak pernah atau enggan untuk memberikan saran, kritikan dan teguran sehingga papi senantiasa merasakan bahwa kamu tak ada perhatian. Baik, tidaklah pada tempatnya papi mencari alasan untuk memposisikan kamu pada kondisi yang salah. Papi menghargai semua apa yang selama ini kamu sudah lakukan dan berikan untuk papi itu lebih dari cukup.

Anakku,
Secara simbolis papi akan cerita sedikit tentang pengalamannya selama dalam pengembaraan. Dengan harapan kamu semakin ditebalkan dalam kerkeyakinan dan berprinsip dalam bersikap.

Disuatu pulau kecil tinggallah benda-benda abstrak seperti Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kebahagiaan, Kesuksesan, dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan segera menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat segera menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai untuk mencari pertolongan. Sementara itu air semakin naik dan mulai membasahi kaki Cinta.

Tak lama kemudian Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.
“Kekayaan!
Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta.
“Aduh maaf Cinta, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tidak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu diperahuku ini.”
Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.
Cinta sedih sekali.
Kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.
“Kegembiraan, tolong aku!”, teriak cinta.
Namun Kegembiraan terlalu bergembira menemukan perahu sehingga ia tidak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi sampai ke pinggang dan cintapun mulai panik.
Tak lama kemudian lewatlah Kecantikan.
”Kecantikan , bawalah aku bersamamu”, teriak Cinta.
“Wah Cinta, kamu basah dan kotor, aku tak bisa membawamu ikut.
Nanti kamu mengotori perahuku ini”, sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya.
Ia mulai menangis terisak-isak.
Saat itulah lewat Kesedihan.
“Oh Kesedihan bawalah aku bersamamu”, kata Cinta.
“Maaf Cinta, aku sedang sedih, dan aku ingin sendirian saja…”, kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.
Cinta sudah mulai putus asa, ia melihat air semakin naik dan akan segera menenggelamkannya.
Pada saat kritis itulah terdengar suara,
“Cinta, mari segera naik perahuku”.
Cinta menoleh ke suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya.
Cepat-cepat ia naik ke perahu itu tepat sebelum air menenggelamkannya.

Di pulau terdekat orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.
Pada saat itulah Cinta baru sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang telah menyelamatkannya itu.
Cinta segera menanyakan orang tua itu kapada penduduk di pulau.
Siapa sebenarnya orang tua itu.
“Oh, orang tua itu tadi?, dia adalah Waktu,” kata orang-orang tersebut.
“Tapi kenapa ia menyelamatkanku?
Aku tak mengenalnya!
Bahkan teman-teman yang mengenalkupun enggan untuk menolongku”, tanya Cinta heran.
Sebab hanya waktu yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari cinta itu…?"

No comments: