30 August 2009

MAHA DASYAT "BERSYUKUR"

Ketika isteriku meninggal dunia 3 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 16 Oktober 2006 oleh karena penyakit kanker payudara yang diderita. Kondisi ditinggal isteri ditambah dengan 2 orang anak laki-laki yang harus merawat, mendidik, dan membesarkannya. Adalah sebuah kondisi awal yang begitu sulit harus kujalani. Kataku : "Jika masih ada isteri persoalan yang berat mustinya tidak akan terjadi atau dapat dikatakan tak seberat yang kujalani". Sederhana sebenarnya persoalannya seperti uang bayaran sekolah sampai lupa untuk memberikannya, pengaturan belanja harian untuk makan sehari-hari, ketidakseimbangan kejiwaan anak, dan sebagainya. Jadi pada prinsipnya hidup ini serba susah dan serba terbeban. Namun aku mensyukurinya. Ketika itu aku bertemu seseorang dalam sebuah acara kegiatan sosial. Dia menceritakan bahwa hidup itu adalah sebuah pilihan dan kita patut mensyukurinya dan Tuhan berencana dengan kehidupan manusia itu adalah sebuah misteri. Cerita tersebut kurang lebihnya seperti dibawah :

Ada seorang Guru mempunyai 5 orang murid. Pada suatu hari, Sang Guru mengajak kelima muridnya bepergian ke sebuah tempat. Konon, tempat itu sangatlah indah. Sang Guru membagikan sebuah tongkat kayu kepada masing-masing muridnya, sementara ia pun membawa satu tongkat untuk dirinya sendiri. Salah satu muridnya, yaitu murid kelima, setelah menerima tongkat dari Sang Guru, berkata: "Guru, untuk apa tongkat ini? Bukankah perjalanan kita cukup jauh? Mengapa kita harus membawa tongkat sepanjang dan seberat ini? Mengapa kita tak membawa tongkat bambu yang ringan saja? Sang Guru hanya tersenyum.
Setelah beberapa saat berjalan, murid kelima mulai mengeluh karena ia merasa keberatan apabila membawa tongkat itu sampai tempat tujuan. Guru, bolehkah aku potong sedikit tongkat ini supaya jalanku lebih ringan?" Sang Guru memandangi muridnya dengan sedih, kemudian ia mengangguk. Lalu, murid kelima itu memotong tongkatnya. Ia lantas tersenyum gembira karena tongkatnya dirasa lebih ringan.
Permintaan untuk memotong tongkat itu berulang lagi ketika ia merasakan kelelahan. Sang Guru juga melakukan hal yang sama, memandangi dengan rasa sedih, kemudian mengangguk. Akhirnya tongkat murid kelima tinggal tersisa 10 cm.
Setelah beberapa saat, sampailah mereka di sebuah tanah lapang berumput. Pemandangan di tempat itu demikian elok. sayang, langit tampak mendung menandakan sesaat lagi akan turun hujan lebat. Sang Guru segera memerintahkan kelima muridnya untuk mencari sebuah buntalan yang ada diantara rerumputan. "Tetaplah ada ditempat dimana kamu menemukan buntalan tersebut," perintah Gurunya.
Keima murid bekerja dengan cekatan sehingga dalam waktu singkat mereka sudah menemukan benda yang dimaksud, Sang Guru. Setelah masing-masing murid menempati lokasinya masing-masing. Sang Guru kemudian memerintahkan kelima muridnya membuka buntalannya masing-masing. Buntalan itu berisikan perangkat pembuat-tenda. Kepada kelima muridnya, Sang Guru memerintahkan agar mereka segera membangun tendanya masing-masing.
Setelah beberapa saat, murid pertama bertanya kepada Sang Guru, "Guru.... aku tidak bisa mendirikan tenda ini, aku tak menemukan tiang penyangga tenda di buntalanku". Keempat murid lainnya saling bersahut menyatakan hal yang sama. Sang Guru kemudian berkata, " Gunakanlah tongkat yang kalian bawa dari rumah. Jadikan ia sebagai tiang tenda kalian!"
Keempat muridnya yang degan tekun dan gembira tanpa mengeluh membawa tongkatnya dalam kondisi yang masih utuh, segera mengambil tongkat tersebut dan menjadikannya tiang tenda. Namun, murid kelima menjadi gudah karena tongkatnya tersisa sepanjang 10 cm. Ia segera berteriak, "Guru, mengapa Guru tidak memberitahuku untuk apa tongkat ini harus kubawa? Andai Guru memberitahuku, pasti aku tidak akan memotong tongkatku ini! Namun, Sang Guru tidak bisa mendengarnya karena hujan lebat disertai angin kencang dan badai turun di atas mereka. Dan ketika murid kelima hendak berlari untuk menumpang di tenda temannya, angin menghadang jalannya.

Cerita di atas menggambarkan bahwa mengapa kita harus mengalami peristiwa yang mungkin terasa membebani kehidupan kita. Yang jelas peristiwa apapun bentuknya yang kualami sebagai beban, pastilah ada hikmahnya. Sebagai orangtua tunggal (single parent) apapun penyebabnya, adalah tongkat yang saat ini mungkin membebani dan ingin diletakkan atau dikurangi. Namun, dengan rasa syukur, kita bisa membuat beban yang diawalnya demikian berat menjadi sangat ringan. Rasa syukur membuat semangat hidup kita bertambah sehingga bertambah berani untu mengangkat beban apapun dalam kehidpan kita. Dengan Bersyukur aku mampu melihat hal-hal yang sebelumnya tak tampak, sebelumnya aku anggap sebagai hal menjengkelkan, berubah menjadi hal-hal indah. Bersyukur dapat memberi kekuatan untuk menjadi orangtua tunggal dengan anak-anak terus bertahan. Dan bersyukur menjadikan hidupku lebih bermakna. Dan bersyukur menjadikanku senantisa tekun berkaya jauh lebih baik sehingga apa yang Tuhan rencana untuk hari demi hari kedepan menjadi lebih berkualitas.Rata Penuh

No comments: