02 June 2008

MEMBELI WAKTU

Setiap hari ayah selalu pulang kerja pada malam hari. Seperti biasanya ayah ini pulang malam hari, dan merasa amat lelah dan uring-uringan ketika anaknya yang berumur 10 tahun menunggu di depan pintu.
"Ayah, bolehkah saya bertanya ?"
"Ya, silahkan apa yang ingin kamu tanyakan?"
"Berapa gaji ayah sejam?"
"Eee, itu bukan urusanmu. Apa yang membuat kamu mengajukan pertanyaan itu?" jawab si ayah dengan sedikit menahan perasaan geramnya.
"Saya hanya ingin tahu saja kok ayah. Tolong, beritahu saya, berapa sebenarnya gaji ayah sejam?"
"Jika kamu memaksa ingin tahu gaji ayah sejam adalah 9.000 rupiah. "Ooo" Kata anak itu, seraya bergumam dan menundukkan kepalanya. Dengan menatap wajah ayahnya ia berkata lagi: "Ayah, bolehkah aku meminjam uang 4.000 rupiah?
Ayah benar-benar menjadi marah.
"Jadi alasanmu untuk mengetahui berapa gaji ayah adalah agar kamu dapat meminjam uang untuk membeli mainan atau sesuatu yang kamu sukai. Ayo, pergilah ke kamarmu!" bentak ayahnya.
"Kamu tak perlu barang mainan lebih banyak lagi. Bermainlah dengan apa yang kamu punya. Ayah bekerja keras setiap hari tak punya waktu untuk hal-hal yang demikian".
Si Anak dengan diam pergi ke kamarnya dan menutup pintu. Ayahnya duduk dan menjadi begitu marah atas pertanyaan anaknya. Betapa kurang ajarnya anak itu dengan mengajukan pertanyaan hanya untuk meminjam sejumlah uang. Setelah kurang lebih sejam, emosinya menjadi reda dan berpikir mungkin ada sesuatu yang ingin ia beli dengan uang 4.000 rupiah itu. Secara jujur dia mengakui bahwa, anaknya jarang sekali minta uang. Kemudian, si Ayah masuk ke kamar anaknya dan mendapati anaknya berbaring di tempat tidur.
"Apakah kamu sudah tidur?" kata ayahnya.
"Belum, ayah" jawab si anak".
"Ayah telah berpikir, mungkin ayah tadi terlalu keras padamu. Ayah telah bekerja seharian sehingga ayah menimpakan kelelahan, kejengkelan, dan kesalahan ayah kepadamu. Ini uang 4.000 rupiah yang kau minta".
Anak itu langsung duduk tegak, wajahnya dipenuhi dengan tanda suka cita. "Oh, terimakasih ayah", teriaknya.
Kemudian ia mengambil sesuatu dari bawah bantalnya dan mengeluarkan beberapa uang kertas yang sudah kusut. Ketika ayahnya melihat, bahwa anaknya sudah mempunyai uang, marahnya timbul kembali. Anak itu dengan seksama menghitung jumlah uangnya, lalu menengadahkan wajahnya kepada ayahnya.
"Mengapa kamu masih meminta uang lagi, padahal kamu sudah punya sejumlah uang?" kata ayahnya dengan nada marah.
"Karena uangku tadinya tak cukup, namun kini jumlahnya sudah genap" jawab anak itu.
"Ayah, sekarang aku memiliki 9.000 rupiah. Dapatkah aku membeli sejam dari waktumu?"

2 comments:

Anonymous said...

menggugah banget ceritanya
salam

kafesixnet

Anonymous said...

Kenapa kita menjadi orang tua sering lupa menyisihkan waktu untuk komunikasi dengan anak kita ?